Kamis, 22 November 2007

Merumuskan Visi dan Misi

Ada dua orang pemimpin. Sebut saja Anwar dan Muksin. Anwar memimpin 500 orang. Demikian juga Muksin. Masing-masing merupakan pemimpin yang baik dan disukai. Anwar, sebagai kepala rumah sakit memimpikan agar ke 500 orang tadi akan menjadi orang-orang yang berjiwa wiraswasta dan bersama menghasilkan sebuah rumah sakit terbaik di negaranya. Muksin juga seorang kepala rumah sakit, bagi Muksin hal yang terpenting adalah agar rumah sakitnya stabil dan berjalan rutin.

Menurut Anda, apakah kualitas kedua pemimpin tadi berbeda?

Benarkah bahwa walaupun seorang pemimpin tidak mempunyai rumah, kendaraan, atau uang yang cukup, namun selama ia memiliki suatu visi dan misi yang jelas, orang ini masih lebih kaya daripada seseorang yang memiliki semua hal tadi, tetapi tidak memiliki visi apa-apa.

Untuk apa visi itu dibuat ?
Pernahkah Anda melihat seorang yang bekerja dengan energi yang besar, terus bergairah dan pantang menyerah bahkan ketika ia sudah beberapa kali mengalami kegagalan berturut-turut? Orang-orang seperti ini seringkali menghasilkan hal-hal yang menakjubkan. Contoh orang-orang seperti ini adalah Marco Polo, sang penjelajah yang berhasil mencapai Cina ketika orang tidak ada yang berani melakukan apa yang ia bayangkan. Contoh lain adalah Tomas Alfa Edison yang memimpikan adanya lampu pijar yang tahan lama. Selain itu ada pula tokoh seperti Madame Curie yang menemukan radium. Di zaman kini, kita mengenal orang-orang seperti Bill Gates, Steve Job, dan para perancang di perusahaan telpon Nokia. Di Indonesia, kita mengenal orang-orang seperti pak Ciputra. Ketika orang hanya melihat Ancol sebagai tempat terpencil dan tepi pantai yang tidak menarik, ia memimpikan suatu taman ria di sana. Kita mengenal juga orang seperti Ali Sadikin yang membuat Jakarta berubah dari kampung besar menjadi kota metropolitan. Juga orang-orang seperti Gus Dur, Mother Teresa, John Robbins, Al Gore, dan sebagainya. Semua orang-orang tadi hidup di zaman yang sama dengan kita. Seperti kita mereka melihat, mendengar, dan mengalami hal-hal yang sama dengan kita. Namun mereka tidak berhenti disana. Mereka melihat ke masa depan. Mereka membayangkan hadirnya sesuatu yang lebih indah, lebih unggul, lebih bermakna dan lebih berguna bagi banyak orang. Dengan kata lain, mereka memiliki visi atau impian. Visi itu membuat mereka dapat memfokuskan impian mereka untuk mewujudkannya. Visi ini membuat mereka terdorong bekerja keras dan pantang undur untuk mengejarnya. Mereka membuat dunia lebih baik, sesuatu yang biasa menjadi sesuatu yang luar biasa.

Impian bukanlah suatu fantasi tentang masa depan yang muncul sebagai hasil angan-angan saja. Visi bukanlah suatu impian yang tidak ada dasarnya sama sekali. Contoh impian yang tidak berdasar adalah apa yang dimiliki oleh Budi. Budi memiliki impian untuk menjadi juara dunia gulat mengalahkan Hulk Hogan. Budi yang kini berusia 28 memiliki berat hanya 49 kilogram dengan tinggi badan 158 cm. Hobbynya adalah bermain catur. Kegiatan sehari-harinya adalah surfing di internet, berkuliah di bidang media design dan bermain catur. Budi memiliki visi yang lebih merupakan fantasi karena tidak berdasar pada kenyataan.

Apakah visi itu
Visi adalah suatu gambaran mental tentang apa yang akan hadir di masa depan. Disatu pihak, gambaran tadi berdasarkan pada apa yang merupakan kenyataan pada saat ini, namun sekaligus juga merupakan suatu lompatan. Seorang yang memiliki visi berarti memiliki suatu keyakinan bahwa hal itu dapat terjadi. Ia yakin bahwa sesuatu yang lebih indah, lebih bermutu dan lebih sempurna akan hadir di masa depan, dan ia dapat memainkan suatu peran untuk membuat hal itu terwujud.

Contoh hal itu adalah ketika Lee Kuan Yew mengajak rakyat Singapore untuk memimpikan suatu Singapore yang modern. Pada waktu itu keadaan masyarakat sedang guncang dan morat-marit karena pisahnya Malaya dari kesatuan Singapore - Malaya. Ia mengajak seluruh anak bangsanya untuk bekerja keras mewujudkan impian tadi, dan mereka berhasil. Dalam 20 tahun hasilnya sangat kentara. Impian Lee Kuan Yew memang menggemakan impian dari rakyatnya. Karena adanya impian tadi, maka rakyat bekerja keras dan bersedia mengurbankan banyak kenyamanan kelompok atau pribadi. Ketika Ir. Cacuk mengambil alih pimpinan Telkom, ia memimpikan Telkom yang bermutu dan profesional. Pada waktu itu, layanan Telkom sangat buruk. Ir. Cacuk bekerja keras dengan teamnya, dan sebagai hasilnya Telkom menjadi BUMN yang menguntungkan dan merupakan gudang orang bermutu. Tanpa Telkom seperti sekarang maka industri warnet, wartel dan berbagai koneksi tidak akan hadir.

Apa beda visi dengan misi?
Pertama, visi adalah gambaran mental. Kedua, visi juga adalah sesuatu yang ada di masa depan. Karena kedua aspek itu, maka visi seringkali bersifat abstrak, arah umum dan cenderung abstrak. Misi adalah perwujudan dari visi tadi. Bila visi adalah impian, maka misi adalah wujud atau bentuk dari impian tadi. Misalnya, impian Anda adalah memiliki sebuah pusat pembelajaran yang ikut membangun bangsa serta mensejahterakan banyak orang. Maka misi Anda mungkin mewujudkan suatu lembaga pelatihan kewiraswastaan. Dapat juga misi Anda adalah mewujudkan suatu universitas yang khusus mendidik orang untuk menjadi manager profesional yang baik. Misi juga dapat merupakan rumusan apa yang secara nyata Anda akan lakukan untuk menghasilkan impian tadi.

Peran Visi dan Misi
Jadi, visi dan misi membuat pemiliknya terdorong untuk memfokuskan hidup mereka. Visi dan misi yang tajam bahkan dapat ditawarkan untuk menjadi visi dan misi bersama (shared-vision). Dengan visi bersama, maka semakin banyak orang yang berpartisipasi untuk mencurahkan energinya untuk mewujudkan hal tadi. Fantasi tidak akan memiliki kekuatan untuk menggerakkan orang serupa itu karena fantasi tidak dimulai dari kenyataan yang diterima bersama melainkan kenyataan yang dihayati secara pribadi saja.

5 jenis manusia berdasarkan visinya
Setelah menyadari makna visi dan misi tadi, maka perlu kita kenali bahwa sekurangnya ada lima jenis manusia dalam berurusan dengan visi dan misi.

Pertama adalah adanya orang yang tidak mengetahui bahwa visi dan misi adalah penting. Mereka menyibukkan diri dengan tugas dan kegiatan rutin sehingga hidupnya merupakan rangkaian dari suatu aktifitas ke aktifitas lain tanpa didasari kejelasan arah. Mereka hidup dan bekerja tanpa desain dasar. Jadi, mereka adalah bagaikan tukang bangunan yang sibuk mendirikan rumah tanpa kejelasan gambaran rumah yang ingin dihasilkannya. Mereka adalah bagaikan sepasukan tentara yang terus-menerus terjun ke suatu wilayah tanpa mempertimbangkan bahwa bila mereka memiliki suatu landasan pesawat terbang, mereka dapat berada disana tanpa terlalu sulit.

Jenis manusia kedua adalah manusia yang mengetahui bahwa visi dan misi adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sukses. Namun mereka tidak kunjung menyediakan waktu untuk memikirkan dan merumuskan visi serta misi pribadi bahkan juga tidak merumuskan visi dan misi organisasinya. Hanya bila segala sesuatunya dirasakan berjalan ke arah yang tak menentu baru mereka mempercakapkan perlunya kehadiran visi dan misi tadi.

Jenis manusia yang ketiga adalah orang yang menyadari pentingnya visi dan misi, telah berusaha menyusun rumusannya, namun karena metodenya keliru dan pemahamannya terbatas, maka visi dan misi tadi kekurangan suatu aspek penting. Visi dan misi tadi tidak menghasilkan hal yang bermanfaat bagi orang banyak.

Jenis manusia yang keempat adalah manusia yang lebih bermutu. Mereka menyadari, mengupayakannya, serta memiliki metode yang benar sehingga memiliki rumusan visi dan misi yang baik. Namun mereka belum memiliki bekal yang cukup dan cocok untuk menggapai visi tadi.

Jenis manusia yang kelima adalah manusia yang berhasil mewujudkan visi dan misinya setelah mengumpulkan bekal yang diperlukannya setelah mereka menjadi manusia yang keempat

Berapa pentingkah adanya visi dan misi tadi untuk diri kita, untuk keluarga dan untuk organisasi kita?

Pertama, visi dan misi akan menolong kita untuk menyusun cara mencapai atau strategi menggapainya.

Contohnya:

Kedua, visi dan misi kita akan menolong merumuskan prioritas bahkan menghindarkan kita melakukan apa yang tidak berguna bagi pencapaiannya. Dengan demikian kita hidup dengan efektif dan efisien. Berbagai godaan dan pilihan yang menyimpangkan kita dari arah kita dapat ditolak karena kita memiliki kriteria yang jelas.

Ketiga, adanya visi dan misi yang jelas akan mempermudah kita menginspirasikan orang yang ada bersama kita untuk mengejar dan mewujudkannya. Mereka memiliki kepastian kemana kita pergi dan kemana kita tidak akan berjalan.

Keempat, adanya visi dan misi menolong kita untuk mengevaluasi diri apakah kita sudah mendekati atau menjauhi visi dan misi tadi. Kita dapat juga mengevaluasi kecepatan gerak kita ke arah yang kita tuju. Hal ini sama seperti ketika seorang penjelajah kutub utara yang dapat mengukur berapa jauh ia sudah berjalan menuju kutub.

Bagaimana mulai menyusun visi dan misi pribadi?

Membuat atau menyusun visi dan misi dimulai dengan memandang realita yang ada secara objektif. Orang mau menyusun visi dan misi ini mulai dengan mempertanyakan dirinya beberapa hal yang penting seperti: "Siapakah aku ini, dari mana aku datang, bagaimana riwayat atau masa laluku, apakah hal-hal yang paling bermakna bagiku, dan hal-hal apa yang orang anggap aku lakukan dengan baik." Kemudian ia juga mempertanyakan lebih lanjut apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan-kelemahannya. Selanjutnya, barulah ia mempertanyakan apa yang ia yakin dapat dan patut hadir di masa depannya, berdasarkan dengan kenyataan yang kini ia miliki.

Ciri-ciri Visi dan Misi yang baik

Karena itu, sebelum membuat rumusan visi, maka kita harus mengenali ciri-ciri visi dan misi yang baik. Dengan visi dan misi seharusnya akan menjadi dasar inspirasi bagi banyak orang, maka visi dan misi ini harus

a. Singkat - sehingga mudah diingat dan dipahami

b. Konsepnya harus sederhana dan padat sehingga orang yang sederhanapun tidak mengalami kesulitan untuk memahaminya

c. Karena orang banyak memiliki aspek emosi, nalar dan perilaku, maka visi dan misi tadi harus mampu menyentuh emosi orang dan menjadi tumpuan yang mengilhamkan.

d. Selain itu, visi dan misi tadi harus mudah diingat dan karenanya harus menimbulkan gambaran mental. Misalnya, misi untuk menghasilkan sebuah komputer sederhana untuk tiap rumah digambarkan sebagai memberikan stop kontak bagi tiap rumah

MANAJEMEN

Manajer Sukses vs Manajer Efektif
15 Aug 2002 00:00


Ir. Bambang Adi Subagio, M.M.

Mana yang lebih penting, menjadi manajer sukses atau menjadi manajer efektif? Jika dihadapkan pada pertanyaan ini mungkin Anda sedikit bingung. Apakah manajer efektif tidak otomatis menjadi manajer sukses? Bukankah seseorang manajer disebut sukses karena dia efektif? Nah sebelum ngelantur lebih jauh sebaiknya kita menyamakan bahasa terlebih dulu. Manajer sukses adalah manajer yang mempunyai indeks sukses di atas rata-rata manajer lainnya, di mana indeks sukses merupakan rasio antara tingkat manajerial yang berhasil dicapai dan masa kerja. Manajer efektif, di lain pihak, adalah manajer yang berhasil mencapai prestasi kerja tinggi dibanding dengan standar yang telah ditentukan, serta mampu melakukan pekerjaan melalui orang lain dengan tingkat kepuasan dan komitmen yang tinggi. Dalam kenyataan memang tidak tertutup kemungkinan bahwa seorang manajer sukses sekaligus juga menjadi manajer efektif. Namun karakteristik kedua jenis manajer ini tetap dapat dibedakan.

Tahukah Anda tugas atau pekerjaan manajer pada umumnya? Jawaban yang paling populer mungkin adalah POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Maka tidak heran apabila Anda juga menjawab demikian. Hal ini dapat dimengerti karena dalam kurun waktu yang cukup lama - sejak Henri Fayol mengemukakan pemikirannya yang sangat terkenal ‘The five Fayolian functions of management’ (Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controlling) - para manajer sejagad meyakini (atau diyakinkan) bahwa tugas atau pekerjaan manajer hanya melakukan kelima fungsi manajemen tersebut. Namun berdasarkan penelitian beberapa pakar manajemen, di antaranya Henry Mintzberg, John Kotter dan Fred Luthans diperoleh gambaran yang lebih komprehensif bahwa tugas manajer sebenarnya tidak hanya melakukan kelima fungsi manajemen seperti yang dikemukakan oleh Fayol tersebut.

Mintzberg mengatakan bahwa pekerjaan manajer terdiri dari banyak pekerjaan pendek (brief) yang tidak selalu berkesinambungan (disconnected) dan mereka sering terlibat dalam hubungan dengan banyak orang, baik di dalam maupun di luar organisasi. Lebih jauh dikatakan pula bahwa manajer mempunyai banyak peran dan mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan peran yang dimainkannya. Dalam hal hubungan interpersonal, manajer berperan sebagai figur kepala, pemimpin dan penghubung. Dalam hal informasional mereka berperan sebagai pengawas, penyebar informasi dan juru bicara. Kemudian sebagai pengambil keputusan mereka berperan sebagai wirausaha, pemecah masalah, pengalokasi sumber daya, dan negosiator.

John Kotter dari Harvard Business School menambahkan bahwa pekerjaan manajer tidak hanya melulu melakukan ‘Fayolian functions’. Lebih dari itu para manajer menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, melalui pertemuan-pertemuan guna mendapatkan dan/atau memberi informasi, yang oleh Kotter disebut sebagai ‘membangun jejaring (networking)’. Melalui cara ini manajer dapat membuat ‘agenda’ sebagai hasil kompromi, serta sedikit melonggarkan kekakuan di antara mereka yang kadang-kadang terjadi karena masing-masing mempunyai sasaran berbeda.

Manajer Sukses vs Efektif : Empat Aktivitas Manajerial

Yang terakhir adalah penelitian oleh Fred Luthans dari University of Nebraska, Lincoln. Luthans mengelompokkan pekerjaan manajer dalam empat aktivitas manajerial sebagai berikut:

Komunikasi, yaitu aktivitas yang meliputi pertukaran informasi secara rutin dan pemrosesan pekerjaan tulis-menulis.
Manajemen tradisional, yaitu aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian.
Manajemen sumber daya manusia, yaitu aktivitas yang berkaitan dengan aspek perilaku, misalnya motivasi/pemberian dukungan, pendisiplinan/penghukuman, manajemen konflik, staffing, dan pelatihan/pengembangan.
Jejaring (networking), yaitu aktivitas yang meliputi sosialisasi/berpolitik, berinteraksi de-ngan pihak luar, serta hal-hal ‘chit chat’ lainnya yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
Luthans dapat dikatakan menampilkan uraian tentang pekerjaan manajer yang paling lengkap dibanding Fayol, Mintzberg dan Kotter. Diskripsinya mencakup pendapat klasik dari Fayol (aktivitas manajemen tradisional), aktivitas komunikasi dari Mintzberg dan aktivitas jejaring dari Kotter. Tambahan dari Luthans yang cukup penting dan melengkapi adalah aktivitas manajer pada manajemen sumber daya manusia.

Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para manajer sukses dan manajer efektif, Luthans melakukan penelitian terhadap 248 manajer. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir sepertiga waktu dan tenaga mereka digunakan pada aktivitas komunikasi, sekitar sepertiga pada aktivitas manajemen tradisional, seperlima pada manajemen sumber daya manusia dan kurang-lebih seperlima pada aktivitas jejaring.

Selain melakukan penelitian secara umum tentang aktivitas manajer, Luthans juga melakukan penelitian secara khusus untuk mengamati apa yang dilakukan oleh kelompok manajer sukses dan juga apa yang dilakukan oleh kelompok manajer efektif. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai pola aktivitas manajerial yang berbeda.

Pada kelompok manajer sukses, terlihat nyata bahwa mereka mengalokasikan waktu dan tenaga paling banyak pada aktivitas jejaring (48%). Selanjutnya aktivitas komunikasi berada di urutan kedua (28%), manajemen tradisional di urutan ketiga (13%) dan sumber daya manusia adalah aktivitas yang alokasi waktunya paling sedikit (11%). Hal ini menunjukkan bahwa - dengan menggunakan kecepatan promosi sebagai ukuran sukses - manajer sukses lebih banyak menggunakan sebagian besar waktu dan tenaga mereka untuk bersosialisasi, berpolitik, dan berinteraksi dengan pihak luar dibandingkan dengan rekannya yang kurang sukses. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa manajer sukses tidak banyak menggunakan waktu dan tenaganya pada aktivitas manajemen tradisional atau pada manajemen sumber daya manusia.

Pada kelompok manajer efektif, aktivitas yang mendapat perhatian paling besar adalah komunikasi (44%), kemudian manajemen sumber daya manusia (26%), selanjutnya manajemen tradisional (19%), dan yang terakhir jejaring (11%). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa kontribusi relatif terbesar bagi manajer efektif berasal dari aktivitas yang berorientasi pada aspek manusia, yaitu komunikasi dan manajemen sumber daya manusia. Dengan sendirinya berarti pula bahwa bagi manajer efektif, aktivitas yang berkaitan dengan pembinaan jejaring kurang diprioritaskan, sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh manajer sukses.

Uraian di atas barangkali dapat Anda gunakanan sebagai acuan, atau setidak-tidaknya inspirasi, untuk mengembangkan karir Anda di masa depan - mau menjadi manajer sukses atau manajer efektif. Kalau mau menjadi manajer sukses, perluaslah jejaring dan keterampilan berkomunikasi, sedangkan bila ingin menjadi manajer yang efektif, asahlah kemampuan komunikasi dan penguasaan akan manajemen sumber daya manusia.

Melalui tulisan ini mudah-mudahan Anda mendapat inspirasi dan dapat menarik manfaat untuk memilih apakah Anda akan menjadi manajer sukses atau efektif, atau bahkan keduanya - sukses sekaligus efektif. (sumber:http://www.lppm.ac.id)

Rabu, 21 November 2007

Supervisi Guru Bantu

Atas dukungan LPMP jawa Tengah, pada bulan Agustus sampai Desember Nanti selain melaksanakan tugas rutin melaksanakan supervisi disekolah saya juga melaksanakan pendataan dan supervisi guru bantu.
Pendataan sudah tuntas saya lakukan. Tetapi supervisi belum semuanya selesai. Pada tahap awal saya hanya melihat bagaimana guru bantu di sekolah binaan saya mempersiapkan administrasi mengajar, kemudian pada tahap berikutnya saya menilai kwalitas adminstrasi mengajar dan kemudian melihat bagaimana penampilan mereka di depan kelas.
Sejauh ini ternyata cukup banyak yang tidak siap ketika saya tanyakan administrasi mengajarnya. baru pada kunjungan kedua mereka menyerahkan adminstrasi mengajar yang seharusnya menjadi kewajiban mereka itu. Itupun ada sebagian yang terpaksa harus datang sendiri menyerahkan administrasi mengajarnya ke kantor saya karena pada saat kunjungan saya yang kedua belum menyiapkan.
Dengan menggunakan IPKG (instrumen Penilaian Kinerja Guru I) saya melakukan penilaian terhadap administrasi mengajar mereka. Hasilnya banyak yang masih di bawah skor 3 dari rentang nilai 1 s.d 4. Itupun saya sudah tidak mempertimbangkan lagi apakah dokumen itu hasil kerja sendiri atau bukan.
Ketika melihat penampilan di depan kelas, ternyata administrasi itu seperti RPP bukan menjadi pedoman. bisa dibayangkan bagaimana kondisi KBM nya.
Namanya juga supervisor, maka dengan gaya santai mereka saya ajak ber refleksi untuk menemukan kekurangan-kekurangan sendiri dan cara memperbaikinya. Kadang-kadang saya juga harus banyak ngomong untuk meluruskan mis konsepsi pengajaran yang menjadi pengetahuan mereka.
Memang harus sabar, andai saja kepala sekolah-kepala sekolah itu mau lebih perhatian pada KBM, saya kok yakin pendidikan ini akan lebih maju.

BERHATI PELAYAN

person high in SQ is also likely to be a servant leader – someone who is responsible for bringing higher vision and value to others and showing them how to use it, in other words a person who inspire others.
– Danah Zohar dan Ian Marshall

“Tanpa kepemimpinan, organisasi tidak dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang berubah cepat. Namun, jika pemimpin tidak memiliki hati melayani, maka hanya ada potensi untuk bangkitnya sebuah tirani,” demikian, antara lain, pesan John P. Kotter dan James E. Heskett dalam Corporate Culture and Performance (1992). Kalimat pendek itu menegaskan kembali adanya hubungan yang sangat erat antara kepemimpinan (leadership) dengan pelayanan (service). Agar seorang pemimpin sejati tidak beralih wujud menjadi tiran dan/atau diktator yang suka memaksakan kehendak kepada konstituen yang mengikutinya, maka perlu dipastikan bahwa ia memiliki hati yang senang melayani.

Kotter dan Heskett tidak mengajarkan hal yang sama sekali baru. Sebab bila kita mempelajari dengan seksama berbagai konsep kepemimpinan yang berkembang dalam 50 tahun terakhir, maka akan kita temukan bahwa konsep kepemimpinan yang melayani pernah digagas secara lebih mendalam oleh almarhum Robert K. Greenleaf, mantan eksekutif AT&T dan dosen di berbagai universitas terkemuka seperti MIT dan Harvard Business School, yang juga peneliti dan konsultan terkenal di Amerika. Dalam salah satu karya terbaiknya yang bertajuk Servant Leadership (1977) ––sebuah karya yang mendapat sambutan hangat dan pujian tokoh-tokoh sekaliber Scott Peck, Max De Pree, Peter Senge, Warren Bennis, dan Danah Zohar–– Greenleaf antara lain mengatakan, “… the great leader is seen as servant first, and that simple fact is the key to his greatness”. Perhatikan bahwa Greenleaf menekankan “servant first” dan bukan “leader first”. Seorang pemimpin biasa menjadi pemimpin besar dengan cara melihat dirinya pertama-tama dan terutama sebagai pelayan dan bukan pemimpin. Ia pemimpin juga, tentu. Namun hatinya terutama dipenuhi oleh hasrat melayani konstituennya, melayani pengikutnya, melayani publik atau rakyat yang mengangkatnya menjadi pemimpin. Artinya, jabatan kepemimpinan diterima sebagai konsekuensi dari keinginan yang tulus ikhlas untuk melayani konstituen dan bukan untuk kepentingan egoistik dan selfish, bukan ambisi pribadi yang berangkat dari keinginan berkuasa.

Bila dirunut lebih jauh ke belakang, sosok pelayan sebagai pemimpin dapat kita temukan dalam berbagai ajaran pendiri agama-agama besar, terutama Islam dan Kristiani, namun mungkin juga Hindu, Konfusianisme, maupun Buddhisme. Tak seorang pun di antara guru umat manusia itu yang tidak mendemonstrasikan jiwa dan semangat melayani para konstituen yang mengikutinya dengan tulus hati dan setia, nyaris tanpa pamrih material. Mereka tidak berusaha mengejar jabatan kepemimpinan dulu dan kemudian belajar melayani, melainkan mereka melayani dulu untuk kemudian diterima, diakui, dan diangkat sebagai pemimpin (ini bukan tujuan, tapi konsekuensi). Jadi, pertama-tama dan terutama mereka melihat diri mereka sebagai “pelayan”, khususnya pelayan atau hamba Allah Yang Maha Esa. Dan karena Allah “mengutus” mereka ke dunia, maka demi Allah mereka melayani manusia yang diciptakan Allah itu, entah sebagai homo Khalifatullah atau homo Imago Dei atau apa pun.

Pada titik ini kita melihat bagaimana ajaran-ajaran agama mulai (kembali) ditemukan relevansinya untuk dapat diaplikasikan dalam konteks wacana kepemimpinan milenium ketiga. Berbagai ajaran “sesat” yang membuang agama ke pinggir arena kehidupan terbukti keok di tengah jalan (komunisme adalah contoh yang nyata). Ada kehausan spiritual yang nyata dalam masyarakat modern dan pasca modern setelah berbagai “eksperimentasi” dalam memposisikan manusia (meminjam uraian Yasraf Amir Piliang di Kompas, 13/12/2001; hlm.4-5) sebagai the idiological man-nya Orde Lama, the mechanistic man-nya Orde Baru, fragmented man-nya Orde Reformasi, selfish man-nya Hobbes, man of commodity-nya Marx, maupun man of nature-nya Rousseau, atau digital man dan man of speed-nya generasi elektronik, yang ternyata justru menciptakan inhuman realities dan inhuman system.

Kembali ke Ordo Creatio
Kita tahu bahwa untuk kurun waktu yang sangat lama, pemimpin acapkali dipahami sebagai suatu jabatan atau kedudukan elitis yang menuntut dilayani dan bukan melayani. Dengan demikian, mereka yang menjadi pemimpin dianggap (dan menerima anggapan bahwa dirinya) berhak untuk mendapatkan perlakuan istimewa. Bahkan dalam tradisi Barat maupun Timur, pemimpin seringkali dianggap keturunan dewa atau wakil Tuhan yang tak boleh diganggu gugat (leaders can do no wrong). Pemimpin ditempatkan sebagai manusia dari “kasta tertinggi” sementara konstituennya adalah “kasta terendah” yang harus menerima diperlakukan sebagai “alat”, “organ”, atau “obyek”. Pandangan ini “berhasil’ melestarikan status quo raja-raja dan penguasa yang lalim dan sewenang-wenang. Namun dewasa ini pandangan yang demikian telah kehilangan argumentasi untuk dapat dipertahankan. Kesetaraan dalam hubungan antar manusia telah menjadi kesadaran global yang menolak penempatan manusia yang satu di atas manusia yang lain, atas dasar apapun (jenis kelamin, agama, suku, warna kulit, “barat”, “timur”, dsb).

Jika benar demikian, maka dalam konteks kepemimpinan kita perlu “mengaudit” kembali “citra diri” (self image) para pemimpin kita. Kita harus menolak siapa saja yang mempersepsi dirinya sebagai “manusia unggul”, “manusia superior”, manusia yang merasa “can do no wrong”. Sebaliknya, kita perlu mencari mereka yang menerima hierarki ordo creatio yang menempatkan ditempat tertinggi hanya Allah semata, yang menempatkan manusia ditempat kedua sebagai homo Khalifatullah atau homo Imago Dei, dan yang menempatkan ditempat ketiga alam semesta sebagai sumberdaya yang harus dikelola secara arif dan bertanggung jawab. Allah adalah Sang Pencipta dan Sang Pemimpin (dengan P besar). Manusia adalah ciptaan yang dicipta dengan potensi daya cipta (creative creature) yang memungkinkan ia menjadi pemimpin (dengan p kecil). Dan alam semesta diciptakan bagi manusia agar manusia itu menjadi manusiawi dengan bertakwa kepada Sang Pemimpin semata.

Kesadaran yang tinggi terhadap kesetaraan manusia sebagai sesama ciptaan menempatkan semua manusia sebagai mahluk yang harus mempertanggungjawabkan setiap kata dan perbuatannya kepada Sang Pencipta dan Sang Pemimpin. Dan kesadaran yang demikian hanya mungkin muncul dari hati nurani (conscience) yang bersih, hati nurani yang menuntun akal budi, dan baik hati nurani maupun akal budi itulah yang pada gilirannya menuntun perilaku manusia agar sungguh-sungguh manusiawi.

Pada titik ini, sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci agama-agama, manusia kita pahami sekurang-kurangnya sebagai spiritual-moral being, emotional-social-rational being, dan sekaligus physical being. Dengan pemahaman yang demikian kita dapat bersetuju dengan kajian Spiritual Intelligence-nya Danah Zohar dan Ian Marshall dan para pakar SQ lainnya dalam arti kecerdasan spiritual merupakan fondasi bagi berbagai macam jenis kecerdasan lainnya (kecerdasan emosional/EQ maupun kecerdasan intelektual/IQ). Kita dapat menerima pernyataan bahwa SQ adalah “the ultimate intelligence” , karena ia bertalian dengan conscience, life compass, “the hidden, inner truth of the soul”, “sesuatu” yang seharusnya mengarahkan akal budi dan perilaku manusia lebih dari apa pun.

Sejumlah “Indikator”
Benarkah para pemimpin yang berhati pelayan (the servant leader) telah hilang dari negeri ini? Bagaimana kita “mengukur” hati para pemimpin kita? Ini hal yang amat sulit, seperti kata pepatah “Dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tahu”. Namun, sekali pun sulit, Greenleaf memberikan beberapa “indikator” untuk disimak. Pertama, apakah mereka (pemimpin) yang melayani konstituen (rakyat) bertumbuh menjadi lebih manusiawi? Kedua, apakah mereka (pemimpin), menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih bebas, lebih otonom, lebih menyerupai diri mereka dengan menjadi pelayan bagi kontituennya (rakyat)? Ketiga, apakah dampaknya bagi masyarakat; apakah masyarakat memperoleh manfaat, atau, paling sedikit, tidak lebih dirugikan? Keempat, apakah para pemimpin kita memenuhi kriteria untuk disebut sebagai “orang beriman” (have faith)?

Dengan meletakkan sejumlah “indikator” itu dalam konteks Indonesia ––sambil mengingat kasus Aceh, Papua, Ambon, Poso, Buloggate II, Tommy Soeharto, implementasi otonomi daerah, peristiwa banjir, dan lainnya–– kita mungkin dapat bertanya: apakah para pemimpin kita nampak lebih manusiawi, lebih menunjukkan tanda-tanda fungsionalnya hati nurani mereka dalam menyikapi masalah-masalah tersebut?; apakah para pemimpin kita lebih jujur menjadi yang terbaik dari diri mereka sendiri?; apakah para pemimpin kita melaksanakan amanat reformasi total, terutama di bidang penegakkan hukum (pemberantasan KKN), bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta lingkungan hidup?; apakah rasa aman dan rasa keadilan bertumbuh ke arah yang lebih baik?; dan apakah cukup alasan untuk mengatakan bahwa para pemimpin kita bukan hanya “beragama” tetapi juga cerdas-bijak secara spiritual?

Terus terang, saya khawatir kritik Prof. M.T. Zen masih relevan hingga kini. Guru Besar ITB ini pernah berkata, “Di Indonesia Departemen Kehutanan merusak hutan, Departemen Pendidikan menghancurkan pendidikan, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Departemen Kehakiman (sekarang Departemen Hukum dan Perundang-undangan), dan para pengacara yang seharusnya bekerjasama menegakkan hukum, malah justru memperkosa hukum”. Dan kalau benar demikian, apakah menunggu lahirnya para pemimpin yang berhati pelayan seperti menunggu Godot? Sumber : Pembelajar.com

* Andrias Harefa adalah pembelajar sekolah kehidupan. Ia adalah penulis buku-buku best seller dan inisiator website Pembelajar.com dan. Andrias dihubungi di: aharefa@cbn.net.id.

Arsip Berita Koran

Drs H Utomo MPd, Diganti


BAGI pegawai negeri, mutasi, rotasi, atau pun diganti, merupakan sebuah kata yang memiliki makna yang kurang lebih nyaris sama artinya. Dipindahkan ke tempat/pekerjaan yang berbeda dari posisi sebelumnya. Itu terjadi pada diri Drs H. Utomo MPd. Sejak beberapa waktu yang silam, dia dimutasi dari Kasubdin Pendidikan dan Pengajaran menjadi Pengawas mata pelajaran MIPA. Selain dimutasi ke tempat baru yang ‘memprihantinkan’, Utomo yang dikenal sebagai sosok pejabat pekerja keras ini pun harus kehilangan jabatan satunya lagi, yakni dicopot sebagai Manajer Dana Operasional Sekolah (BOS). Sebagaimana SK Bupati Kendal, mulai tahun ini posisinya digantikan oleh rekannya Ibnu Darmawan SPd, Ka TU Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal. Tapi bagi Utomo pergantian tersebut, merupakan hal yang wajar saja. Apalagi kewenangan tersebut sepenuhnya berada di tangan atasannya H Mulyadi SH, MM. “Tidak masalah, di mana pun ditempatkan, saya siap mengabdi all out bagi kemajuan pendidikan di Kabupaten Kendal,” ujarnya santai tatkala ditemui, Kamis (26/1) kemarin. (cw9)

Arsip berita koran

Mutasi Utomo Disesalkan


KENDAL- Mutasi Kepala Subdinas Pendidikan dan Pengajaran (Kasubdin PP) Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal, Drs H. Utomo MPd, amat disesalkan komunitas pendidikan di Kendal. Pasalnya, mereka merasa sukar sekali mencari sosok pejabat seperti Utomo yang dikenal sebagai pekerja keras, bersih, disiplin, cerdas, pintar dan tidak mata duwitan. Puluhan PNS baik yang di Subdin PP maupun Subdin lainnya ketika ditemui Radar, Rabu (21/12) mengatakan, pemindahan Utomo dari Subdin PP ke Pengawas, sama saja dengan mengkotak karier yang bersangkutan. “Kami tidak mengetahui, sebenarnya pendidikan di Kendal ini mau dibawa ke mana, sih. Apa salah Pak Utomo. Mengapa orang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap pekerjaannya malah dimutasi,” ujarnya tak habis pikir. Sudah bukan rahasia lagi, keberhasilan dan nafas Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal, amat diwarnai kiprah Kasubdin PP. Dalam bekerja Utomo, tidak pernah menanyakan, berapa imbalan yang akan diterimanya. Bila perlu, dia siap menggunakan uang pribadi. Berkat perjuangannya ini pula Kendal berulangkali berhasil menorehkan prestasi siswa maupun guru, di tingkat propinsi dan nasional. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal Mulyadi SH MM yang paling mengetahui alasan pemindahan Utomo, tidak berada di kantornya. Menurut stafnya, Rabu pagi pukul 05.00, Mulyadi berangkat menunaikan ibadah haji bersama istrinya dengan menggunakan ONH Plus. Utomo yang merangkap sebagai Sekretaris Dewan Pendidikan serta Manajer BOS, digantikan Kabag Humas Drs H. Muryono SH, MPd. Utomo yang dimintai komentarnya, berulangkali menyatakan, kesiapannya dipindah ke manapun, sesuai keinginan atasannya. Seorang PNS yang baik, bukan minta atau menanyakan akan di tempatkan di mana kelak, melainkan apa yang dapat dilakukan semaksimal mungkin untuk memajukan dunia pendidikan. Di manapun dia diletakkan. (cw9) Sumber: Radar Pekalongan online

Arsip Berita Koran

Ka Dinas P& K Bangga Miliki Sosok Utomo


KENDAL - Kepala Dinas P dan K Kabupaten Kendal H Mulyadi SH MM berulangkali memuji sosok Kepala Subdinas Pendidikan dan Pengajaran (Kasubdin PP) Drs H Utomo yang dimutasi menjadi pengawas. Hal itu disampaikan dalam acara serah terima jabatan dari Kasubdin PP lama kepada pejabat baru, Drs H Muryono SH, di Aula P&K, Kamis (16/2). Sebelumnya, Muryono menjadi Kabag Humas. Di depan Kasubdin, Staf Dinas P&K, dalam sambutannya lebih jauh Mulyadi yang baru saja menunaikan ibadah haji bersama istrinya menyatakan, Kasubdin PP lama dikenal sebagai sosok yang memiliki dedikasi tinggi, bekerja keras untuk memajukan dunia pendidikan serta tangguh dan tegas. Oleh sebab itu, pejabat yang baru, Muryono, diminta agar meniru sepak terjang pejabat lama. “Jangan sampai terjadi, pasca mutasi Kasubdin PP, pendidikan di Kendal malah mundur,” ingatnya. Ditambahkan oleh Mulyadi, Kasubdin PP merupakan tolok ukur yang mewarnai keberhasilan Dinas P dan K. Tugas tersebut telah berhasil diemban dengan baik oleh Utomo, sehingga prestasi yang sudah baik seperti ini, harus dapat ditingkatkan lebih baik lagi. Kepala Dinas P dan K Kendal yang telah empat tahun memimpin Kendal ini, berulangkali mengingatkan Kasubdin PP yang baru supaya tidak mengabdi kepada dirinya, tapi mengabdi bagi kemajuan pendidikan. Pegawai tidak perlu mengabdi pada atasannya secara berlebihan, mengingat atasan sewaktu-waktu dapat saja digantikan orang lain. Kalau bekerja secara profesional, siapapun juga yang menjadi atasan, tentu tenaganya tetap akan digunakan dan jasanya dikenang sepanjang masa. Kepercayaan Mulyadi terhadap Utomo, masih tetap tinggi. Terbukti, meski kini yang bersangkutan menjadi pengawas, tapi tetap diserahi tugas pengadaan buku, menangani JIS (jaring intra sekolah) serta tim teknis pendidikan. (dar) Sumber : Radar Pekalongan 19/2/2006

Contoh Artikel Hasil Penelitian Tindakan Kelas

PENINGKATAN
KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA (KEM)
DENGAN TEKNIK TRI FOKUS STEVE SNYDER

Muhammad Sarwono*)


Abstrak. Kecepatan Etektif Membaca (KEM) siswa kelas 3 D SLTP 3 Patebon, Kendal masih rendah, yaitu 106 kpm. Angka ini masih jauh dari angka KEM ideal untuk siswa SLTP yaitu 250 kpm. Hal ini disebabkan antara lain belum diternukannya pendekatan/metode/teknik pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan, antara lain: (1) agar siswa dapat menumbuhkan kemampuan membaca pemahaman untuk menangkap informasi bacaan, dan (2) agar siswa dapat meningkatkan KEM mereka.

Usaha pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Tri Fokus Steve Snyder. Pembelajaran tersebut dibagi dalam sejumlah kegiatan, yaitu; (1) pendahuluan, yang meliputi pemberian motivasi berkaitan dengan kegiatan membaca cepat dan pemahaman serta pengenalan (penjelasan) tentang teknik Tri Fokus Steve Snyder, (2) kegiatan inti, yaitu praktik membaca dengan teknik Tri Fokus Steve Snyder, dan (3) penutup, yaitu evaluasi atau pengukuran KEM siswa.

Berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran yang menggunakan Teknik Tri Fokus Steve Snyder dapat disimpulkan bahwa: (1) rata-rata KEM siswa kelas 3 D meningkat dari 106,50 kpm pada pembelajaran pertama (tidak menggunakan teknik trifokus) menjadi 128,72 kpm pada pembelajaran kedua, dan (2) terjadi perubahan minat, motivasi, dan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

PENDAHULUAN

Hasil studi yang dilakukan oleh Book and Reading Development (1992) yang dilaporkan oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa kebiasaan membaca belum terjadi pada siswa SD dan SLTP. Hasil studi tersebut juga menunjukkan adanya korelasi antara mutu pendidikan secara keseluruhan dengan waktu yang tersedia untuk membaca dan ketersediaan bahan bacaan. Selanjutnya hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa belum dimilikinya kebiasan membaca oleh siswa cenderung memberikan dampak negatife terhadap mutu pendidikan SD dan SLTP secara nasional (Sitepu: 1999).

Pada tahun yang sama, IEA (International Association for Evaluation Education Achievement) mengungkapkan bahwa kebisaaan membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-26 dari 27 negara yang diteliti. Rendahnya kemampuan membaca tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal sekolah.

Rendahnya minat dan kemampuan membaca antara lain tampak pada rendahnya kecepatan efektif membaca (KEM) mereka. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa pembelajaran membaca di sekolah belum maksimal, kalau tidak boleh dikatakan gagal. Padahal kita mengetahui bahwa rendahnya kemahiran membaca akan sangat berpengaruh pada kemahiran berbahasa yang lain, yaitu mahir menyimak listening skills), mahir berbicara (speaking skills), dan mahir menulis (writing skills) (Tarigan: 1994).

Penggunaan pendekatan, metode, dan teknik membaca yang tidak tepat diasumsikan merupakan salah satu faktor penentu kurang maksimalnya pencapaiaan tujuan membaca di sekolah. Selain itu, alokasi waktu yang disediakan untuk pembelajaran masih sangat minim. Akibatnya pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh guru untuk pelatihan membaca siswa cenderung diarahkan hanya membaca bacaan-bacaan pendek yang terdapat dalam buku paket. Pemahaman guru terhadap kiat-kiat pengembangan membaca yang baik juga disinyalir sangat kurang.

Demikian juga halnya yang terjadi pada siswa kelas 3 D SLTP 3 Patebon, Kendal, Jawa Tengah semester I tahun pembelajaran 2002/2003. Dari pengukuran awal diketahui bahwa KEM mereka masih rendah yaitu 106,50 kpm. Angka ini menurut Nurhadi masih jauh dari KEM ideal untuk siswa SLTP, yaitu 250 kpm.

Kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan harus segara ditangani dengan sungguh-sungguh, simultan, dan terencana. Rendahnya KEM siswa akan memengaruhi rendahnya kemampuan mereka dalam menemukan isi bacaan yang dibaca. Hal tersebut akan berakibat pada turunnya minat baca mereka. Pada akhirnya gairah belajar dan prestasi akademik mereka menurun.

Ada dua faktor utama penyebab rendahnya KEM siswa. Pertama, faktor siswa yang terdiri atas: (1) faktor internal antara lain rendahnya minat dan motivasi membaca, penguasaan bahasa yang rendah, dan intelegensi siswa, dan (2) factor eksternal antara lain: keadaan sosial ekonomi siswa, lingkungan yang kurang kondusif untuk peningkatan kemahiran membaca. Kedua, factor guru antara lain: kemampuan guru dalam memotivasi siswa, dan kemampuan guru mengelola kelas untuk pembelajaran membaca masih kurang.

Teknik Tri Fokus Steve Snyder adalah teori mutakhir yang berkembang saat ini, cukup sederhana, mudah, dan praktis untuk melatih KEM siswa. Di samping itu, teknik ini masih jarang digunakan dalam pelatihan pembelajaran membaca padahal teknik ini sangat sederhana dan mudah. Oleh kerena itu, teknik ini dijadikan solusi terbaik untuk meningkatkan KEM siswa kelas 3D SLTP Negeri 3 Patebon Kabupaten Kendal.

Teknik Tri Fokus Steve Snyder merupakan teknik membaca yang terbilang baru. Teknik ini memiliki kelebihan sederhana, praktis, dan inivatif. Teknik ini disebut tri fokus karena mengajarkan pada para siswa untuk mengembangkan pelatihan peripheral mereka dengan latihan "tri fokus", Maksudnya titik konsentrasi pandangan mata terpusat tiga focus (tiga bagian) setiap barisnya. Sebagian dipusatkan di sebelah kiri, sebagian tengah.dan sebagian kanan.

Periferal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3 (1999 : 858) berarti proses melihat tidak mengenai pokoknya. Dalam kaitan ini dapat diartikan bahwa pandangan periferal saat membaca maksudnya ketika kita membaca titik fokus pandangan mata kita tidak tertuju pada satu demi satu kata secara terpisah. Namun satu focus mewakili satu bagian baik yang berupa kelompok kata (frase), klausa, atau bagian berdasarkan penjedaan.

Dalam membaca, pelihatan periferal yang lebih luas berarti adalah kemampuan untuk menerima informasi lebih banyak dalam satu waktu. Kita membaca lebih cepat jika kita memahami satu frasa dalam sekali pandang. Oleh karena itu pelihatan periferal harus dilatih dan ditingkatkan agar lebih luas dan tajam (De Porter 2000 : 270-274).

Berdasarkan hal tersebut di atas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah "Apakah teknik Tri Fokus Steve Snyder dapat meningkatkan kecepatan efektif membaca (KEM) siswa 3D SLTP 3 Patebon pada semester I tahun pelajaran 2002/2003. Adapun tujuan penelitian makalah ini adalah agar siswa memiliki kecepatan efektif membaca yang memadai dan menumbuhkan kemampuan membaca pemahaman (kritis) untuk menangkap informasi dari bacaan dengan cepat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti:

Bagi siswa yang memiliki kecepatan efektif membaca rendah dapat mengetahui kelemahannya dalam membaca cepat dan dapat mengubahnya menjadi kekuatan dalam meningkatkan KEM. Bagi guru agar mengetahui teknik pembelajaran membaca yang sederhana, mudah dan praktis tapi mampu meningkatkan kinerja dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.

METODE PEMECAHAN MASALAH

Untuk menjawab apakah teknik Tri Fokus Steve Snyder mampu meningkatkan KEM siswa? Berikut ini adalah perlakuan pembelajaran sebelum dan sesudah penggunaan teknik Tri Fokus Steve Snyder.

Pertemuan pertama

Pada perternuan pertama, KEM siswa diukur dengan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Pendahuluan, meliputi: menyiapkan bahan bacaan, menyiapkan alat evaluasi, dan menyampaikan informasi model kepada siswa tentang KEM.
2. Kegiatan inti, meliputi: siswa membaca wacana dan mencatat waktunya, siswa menjawab soal yang berkait dengan wacana (berupa sepuluh soal pilihan ganda dengan empat jawaban) tanpa membaca wacana.
3. Penutup, yaitu: siswa bersama guru menghitung KEM yang dicapai.
Pertemuan kedua

Pada pertemuan kedua penulis mengadakan inovasi pembelajaran dengan menggunakan teknik Tri Fokus Steve Snyder. Pembelajaran dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:

TAHAP PRA PEMBELAJARAN;

Pada tahap ini penulis mengadakan persiapan antara lain: membuat rencana pembelajaran, menyiapkan alat-alat implementasi tindakan, menyiapkan bacaan serta alat evatuasi.

TAHAP PEMBELAJARAN:

Pendahuluan:
a. Siswa diajak berbincang tentang KEM hingga terjadi persepsi yang benar.
b. Siswa diberi motivasi agar tumbuh gairah untuk mengubah diri berkaitan dengan KEM mereka.
Motivasi pertama yang diberikan antara lain dengan menyodorkan kepada mereka dan menvakinkan mereka kalimat-kalimat ini:
a. Aku sadar membaca itu mudah.
b. Aku pembaca cepat.
c. Aku mampu membaca cepat dan paham.
Siswa diminta membaca kalimat-kalimat tersebut dalam hati dan menghayati, kemudian menjadikan kalimat-kalimat tersebut sebagai keyakinan awal sebelum membaca. Kegiatan ini penulis sebut dengan pembelajaran sugestif.

Kemudian disampaikan beberapa hal berkait dengan persiapan sebelum membaca. Persiapan ini lebih bersifat teknik ekstemal. Namun demikian, kondisi eksternal ini sangat berpengaruh pada saat siswa membaca. Jika kondisi dan sikap fisik tidak nyaman dan lingkungan penuh gangguan niscaya kemampuan siswa dalam membaca tidak maksimal.

Siswa diminta melakukan persiapan sebelum membaca sebagai berikut:
1. Minimalkan gangguan
2. Duduklah dengan sikap tegak
3. Lihat sekilas seluruh wacana
Kegiatan inti

a. Siswa dikenalkan dan dilatih pengembangan periferal yang merupakan inti dari teknik trifokus. Latihan ini berupa tes sederhana yaitu :
1. Lihatlah secara langsung sebuah objek!
2. Rentangkan kedua lengan kalian dengan jari telunjuk mengarah ke atas!
3. Gerakan lengan kalian ke dalam secara perlahan-lahan hingga kalian melihat jari-jari tadi.
4. Perhatikan cakupan pelihatan mata kalian ketika melihat lurus ke depan!
b. Setelah latihan tersebut, siswa diberi lembaran yang berisi simbol-simbol Tri Fokus Steve Snyder seperti Gambar 1. Untuk membaca simbol-simbol tersebut siswa hanya memperhatikan bagian kiri dengan fokus pada bintang, sebagian tengah, dan sebagian yang kanan. Hal ini dilakukan berulang-ulang beberapa menit. Pada saat mata berpindah dari satu bintang ke bintang yang lain siswa diminta menghitung dalam hati secara berirama 1,2,3; 1,2,3. Inilah latihan trifokus.



Gambar 1

c. Siswa diarahkan menggunakan konsep tersebut untuk membaca sesungguhnya. Bacaan yang digunakan berjudul "Sentra Kedelai Masih Terpusat di Jawa". Bintang (imajiner) merupakan fokus, sedangkan garis-garis merupakan kata-kata dalam kalimat. Setelah selesai membaca, siswa menghitung waktu yang digunakan kemudian bacaan dikumpulkan. Sebagai akhir pembelajaran siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dangan bacaan tanpa melihat teks bacaan. Soal yang dikerjakan berjumlah sepuluh nomor dengan empat pilihan ganda. Sebagai akhir kegiatan pembelajaran siswa mengoreksi hasil tes yang telah dikerjakan. Setelah itu, siswa menghitung sendiri KEM mereka dengan menggunakan rumus yang telah disampaikan.

HASIL PENELITIAN

Pertemuan Pertama

Hasil kegiatan pertemuan pertama diketahui bahwa:
1. Siswa tampak biasa-biasa saja dalam mengikuti pembelajaran membaca.
2. Karena berulang-ulang mengalami kegiatan membaca dengan model pembelajaran yang sama siswa tampak kurang bergairah.
3. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa rata-rata KEM siswa 106,50 kpm.
Pertemuan Kedua

Pada pertemuan kedua terjadi perubahan antara lain:
1. Siswa tampak memiliki motivasi lebih tinggi
2. Siswa lebih bergairah mengikuti pembelajaran
3. Terjadi peningkatan KEM, yaitu 128,72 kpm.
PEMBAHASAN

Sebelum pembelajaran kedua dilakukan rata-rata KEM siswa 3D adalah 106,50 kpm dengan KEM tertinggi 203,30 kpm dan KEM terendah 41,85 kpm. KEM di atas 110,00 berjumlah 17 siswa. Setelah proses pembelajaran kedua bertangsung terjadi peningkatan rata-rata KEM siswa kelas 3D menjadi 128,72 kpm, ini berarti ada perubahan yang cukup berarti. KEM tertinggi 218,77 kpm dan terendah 81,55 kpm, KEM di atas 110,00 kpm berjumlah 37 siswa.

Perubahan juga semakin tampak pada siswa. Terbukti dari empat puluh siswa 37 siswa (92,5%) mengatakan mulai terbiasa dan senang dengan membaca cepat. Guru juga dapat lebih memahami prinsip-prinsip Teknik Tri Fokus Steve Snyder sehingga lebih mampu menciptakan suasana pembelajaran membaca yang cukup kondusif.

KEM siswa sebesar 128,72 kpm pada pembelajaran kedua memang belum sampai pada angka ideal, tetapi hasil ini menunjukan bahwa teknik Tri Fokus Steve Snyder cukup etektif untuk meningkatkan kecepatan efektif membaca siswa kelas 3D SLTP Patebon tanpa mengesampingkan beberapa kelemahan yang ada.

SIMPULAN

Hasil pembelajaran dapat disimpulkan:
1. Rata-rata KEM siswa kelas 3D meningkat dari 106,50 kpm menjadi 128,72 kpm.
2. Teknik Tri Fokus Steve Snyder menumbuhkan motivasi dan kreativitas membaca siswa.
3. Teknik Tri Fokus berpengaruh terhadap cara dan gaya guru mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
1. De Porter, B dan Hemacki, M. 2000. Quantum teaming: Membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan. Bandung: Kaifa.
2. Harjasujana A. S.dan Yetimulyati. 1966. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.
3. Redway, K. M. 2000.Membaca cepat. Jakarta: Pustaka Binama Pressindo.
4. Sitepu, B. R 2002. Lagi-lagi Membaca. Buietin Pusat Perbukuan.V, 16-21.
5. Tarigan, H. G. 1994. Membaca sebagai suafu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
6. Tim Pelatih Proyek PGSM Propinsi Jawa Tengah 1999/2000. Peneiltian tindakan kelas (clasroom action reseach) bahan penelitian dosen LPTK dan guru sekolah menengah. Proyek PPG Dirjend Dikti Depdikbud.
7. Yulaelawati, EII.''Mahir mambaca kuasai informasi" Buietin Pusat Perbukuan N. (Januari 2000 ) 21 -24.
-------------------
*) Muhammad Sarwono adalah Guru Bahasa Indonesia SLTPN 3 Patebon Kabupaten Kendal Jawa Tengah.

Sumber : Buletin "Pelangi Pendidikan" Vol. No. 1, Tahun 2003 (Buletin Peningkatan Mutu Pendidikan SLTP)

Contoh Format Laporan Penelitian

FORMAT LAPORAN PENELITIAN (Borg &Gall)

1. Halaman Judul
2. Persetujuan pembimbing
3. Abstrak
4. Pengantar
5. Daftar Isi
6. Daftar Tabel
7. Daftar Gambar/Ilustasi/Diagram
8. Daftar lampiran

BAB I. Pendahuluan
A. Latar belakang Masalah
B. Identifikasi masalah
C. Rumusan Permasalahan
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB.II. Kajian Pustaka dan Kerangka Teoritis
A. Kajian Pustaka
B. Kerangka Teoritis
C. Ringkasan dan Kerangka Berfikir
D. Hipotesis

BAB III Merodologi
A. Pemilihan Subyek (populasi, sampel dan teknik sampling)
B. Desain dan Pendekatan
C. Pengumpulan Data
D. Analisis

BAB.IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V Simpulan dan saran
A. Simpulan
B. Saran

Daftar Pustaka
Lampiran

Tugas Mahasiswa STIK

Sebagai pengganti ujian tengah semester, diminta kepada semua mahasiswa STIK transfer khusus dan mahasiswa S1 semester 5 yang mengikuti mata Kuliah : Metodologi Penelitian untuk mengerjakan tugas berikut :
1. Mendownload artikel tentang pedoman penyusunan proposal PTK Drjen Dikti
2. Menyusun sebuah Proposal PTK (penelitian Tindakan Kelas)
Tugas tersebut dikumpulkan pada hari Sabtu tanggal 8 Desember langsung pada dosen atau bisa dititipkan di Bagian Administrasi STIK Kendal

Selamat mengerjakan

UN Tumpang tindih

Jakarta, Kompas - Pelaksanaan ujian nasional atau UN dengan model yang diselenggarakan selama beberapa tahun ini dianggap menunjukkan adanya tumpang tindih antara tujuan pemetaan pendidikan dan ujian.

Pakar pendidikan Prof Arief Rahman dan Prof Conny Semiawan memberikan pendapat tersebut terkait UN dalam audiensi dengan sejumlah anggota Komisi X DPR, Rabu (21/11).

Arief Rahman mengatakan, pemetaan ialah pemotretan sejenak yang dilakukan untuk menentukan strategi pembangunan pendidikan ke depan. Adapun ujian mengukur pencapaian proses pembelajaran pada setiap siswa pada lembaga pendidikan tertentu yang mengakumulasikan semua nilai dan laporan hasil siswa dari kelas satu sampai kelas akhir.

Keputusan mengenai kelulusan secara teoretis dan tertulis kewenangannya terdapat pada kepala sekolah dan dewan guru. Kenyataannya, dengan sistem kelulusan yang standarnya langsung ditetapkan secara nasional, kewenangan tersebut menjadi hilang.

Arief mengajukan usulan agar kewenangan kelulusan dikembalikan kepada guru dan kepala sekolah. Namun, harus disertai pengendalian mutu dan manajemen sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Saat ini terjadi kesenjangan kualitas sekolah di berbagai daerah," ujarnya.

Conny Semiawan berpendapat, siswa seharusnya dinilai berdasarkan norma rata-rata. Namun, hingga kini memasuki masa transisi tiga tahun, murid masih tetap dinilai berdasarkan standar mutlak. Jika salah satu nilai tidak sesuai standar yang ditetapkan pemerintah, lantas dinyatakan tidak lulus. (INE) sumber kompas 22/11/2007