Minggu, 30 Agustus 2015

Indikator Pelaksanaan Kepemimpinan Pembelajaran Yang Dilakukan Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah pemimpin pembelajaran dengan tugas utama mendorong aktivitas-aktivitas pembelajaran pada sekolah yang dipimpinnya  menjadi lebih baik. Tulisan ini merinci secara singkat indikator pelaksanaan kepemimpinan pembelajaran yang dilakukan kepala sekolah.
1. Kepala sekolah bersama dengan warga sekolah menetapkan visi sekolah dan berupaya agar seluruh warga sekolah memahami serta menjadikan visi sekolah sebagai panduan dalam beraktivitas melaksanakan tugas sehari-hari sehingga sekolah menjadi organisasi yang digerakkan oleh visi.
2. Selalu berupaya untuk memastikan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh seluruh guru berkualitas.
3. Selalu mengkomunikasikan kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa pembelajaran adalah misi terpenting di sekolah sehingga seluruh sumber daya diarahkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
4. Selalu berupaya mengembangkan kemampuan guru untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran
5. Menjadi teladan dalam upaya meningkatkan kompetensi dengan memberi contoh kegiatan pengembangan diri yang diarahkan pada kualitas layanan.

Kamis, 13 Agustus 2015

Tanda-tanda Kepala Sekolah Gagal

Jika anda kepala sekolah tanda-tanda berikut perlu anda waspadai dan yang lebih penting dari itu adalah bagaimana menghindari agar tanda-tanda tersebut tidak ada pada anda. Anda Ingin mengetahuinya? Berikut ini adalah indikator kepala sekolah yang gagal yang disarikan dari berbagai hasil penelitian.
1. Tidak memiliki visi jelas
2. Tidak melakukan monitoring kualitas pengajaran yang dilakukan oleh guru
3. Tidak mampu mengkomunikasikan harapan yang tinggi kepada siswa dan staf sekolah
4. Tidak memiliki keyakinan bahwa sekolah mampu mencapai tujuan-tujuannya
5. Melakukan upaya mengimplementasikan kebijakan peningkatan mutu sekolah seorang diri
6. Tidak mampu menciptakan kerjasama /kolaborasi antar warga sekolah
7. Tidak mampu menciptakan suasana kondusif untuk mendiskusikan pelaksanaan pengajaran dengan guru
8. Membatasi kesempatan orang lain untuk menjadi pemimpin
9. Tidak mampu menggali dan memunculkan keterampilan guru di sekolah
10. Tidak mampu menyeimbangkan tanggungjawab pengajaran dengan tanggungjawab lainnya
11. Jarang terlihat kehadirannya di sekolah
12. Mengambil keputusan lebih banyak berdasarkan insting daripada berdasarkan data
13. Tidak mampu menilai kualitas pengajaran

Minggu, 16 Juni 2013

Melepas Anak Belajar Di Pesantren

Tangga;l 6 Juni yang lalu merupakan saat yang mendebarkan. bagaimana tidak, hari itu kami harus membuat keputusan besar tentang pendidikan anak semata wayangku.Telepon teman yang saat itu sudah ada di PondokPesantren Putri Gontor membuat akami harus membuat keputusan cepat. Karena posisi pendaftar di pesantren Gontor sudah mencapai 1900 orang, Menurut Informasi pendaftaran akan ditutup jika pendaftar sudah 2000 orang. yang baik, mempersiapkan generasi yang sholihah, kami rela melepas anak tunggal kami ke Gontor. Karena sadar bahwa hanya dengan cara ini kami bisa Sore itu dengan tanpa persiapan yang matang kami bertiga b meninggalkan Kendal ditemani pak Mahfud. Beberapa persyaratan alhamdulillah dibantu kepala sekolah SDIT Robbani yang mesdkipun pada hari libur melayani bahkan mengantarkan beberapa persyaratan yang kami perlukan. Saya lihat wajah kecamasan tergambar pada istri dan anakku.Tetapi lebih dari itu air mata tak bida kubendenung mesti sudah sangat kutahan/. Demi memperoleh pendidikan

Selasa, 24 Maret 2009

POS UJIAN SEKOLAH th 2009

Berdasarkan ketentuan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2009 tentang Ujian Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2008/2009 Pasal 16, BSNP menetapkan Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2008/2009. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, BSNP bersama Direktorat terkait di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama telah menyusun Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2008/2009.
Silahkan download di :http://datadik.com/POSUS.pdf atau di http://pdkjateng.go.id/
Atau hubungi Bidang Dikmen Dinas Dikpora Kendal.

Selasa, 02 Desember 2008

Meningkatkan Mutu Pendidikan Tanpa Tambah Biaya dan Sarana, Mungkinkah?

Barangkali ini pertanyaan yang sering didengar, dan rasanya masuk akal juga. Mana mungkin bisa meningkatkan mutu tanpa tambah biaya dan tanpa tambah sarana. Bukankah jerbasuki mawa bea (setiap keinginan memerlukan beaya) kata orang jawa. Saya pun sependapat dengan pepatah tersebut. Hanya bedanya saya punya tafsiran yang lain tentang beaya. Beaya tidak harus dalam wujud dana. Beaya adalah diartikan sebagai harga yang harus dibayar sebagai akibat timbulnya keinginan. Tetapi bayarnya tidak harus dalam bentuk uang.
Saya mencoba membuat contoh sebagai berikut. Kalau suatu sekolah merencanakan peningkatan rata-rata Nilai Ujian Nasional katakanlah dengan mematok target kenaikan 0,2 dari rata-rata nilai pada tahun sebelumnya. Dengan asumsi anggaran tahun ini tidak ada peningkatan, dan tidak ada sarana tambahan apapun apakah ini bisa dicapai?
Jika asumsi yang kita pakai bahwa setiap keinginan harus memerlukan beaya yang berupa dana maka keinginan diatas jelas tidak dapat diwujudkan. Tetapi jika persepsi beaya buka dalam bentuk uang dan sarana maka target peningakatan mutu yang diindikasikan dengan kenaikan rata-rata Nilai Ujian Nasional tersebut dapat diupayakan dicapai. Pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana caranya?
Jawaban pertanyaan ini yang paling penting. Jadi kita harus mencari cara bagaimana bisa meningkatkan mutu tanpa harus bertambah beaya (dana) dan sarana. Demikian juga keinginan-keinginan yang lain misalnya bagaimana meningkatkan prestasi siswa dalam berbagai lomba atau prestasi sekolah tanpa tambah beaya dan sarana?

Ada yang punya ide? Silahkan ditanggapi!!

Senin, 01 Desember 2008

Pendidikan Gratis, Siapa Takut

Malam ini saya dapat pesan singkat dari pak Tadi salah satu kepala SMP yang sejak memegang jabatan pertamanya sudah mulai menerapkan sekolah gratis. Isi pesannya pemberitahuan kalau di TV One ada dialognya Mendiknas tentang BOS tahun 2009. maka langsung saya terpaksa menyalahi kesepakatan keluarga yang sudah menjadi konsensus bersama untuk tidak menyalakan TV selain hari libur. Biar dampaknya bagus untuk anak sebelum menyalakan TV harus seijin istri, anak dan keponakan dengan memberikan alasan tentang pentingnya acara ini.Ternyata benar di TV pak Mendiknas menyampaikan kebijakan BOS tahun 2009. Yang intinya bahwa pada tahun 2009 seiring dengan kenaikan anggaran pendidikan yang telah mencapai 20 % maka pendidikan dasar diberlakukan gratis khusus untuk sekolah negeri yang bukan RSBI atau SBI. Bahkan Mendiknas menghimbau kepada Bupati dan walikota untuk menyangsi sekolah yang masih menarik biaya operasional kepada orang tua murid. Ditegaskan oleh Mendiknas jika dengan diberlakukannya pendidikan gratis tersebut masih memungkinkan adanya sumbangan sukarela dari orang tua tetapi besaran, dan waktu penyerahannya tidak boleh ditentukan oleh sekolah.Bagaimana ya realisasinya di lapangan? Yang jelas jika pertanyaan ini diberikan pada pak Tadi kepala SMP 2 Plantungan, pak Arif kepala SMP3 Singorojo atau pak Asikin kepala SMP 4 Singorojo jawabnya barangkali sama : SIAPA TAKUT!

Rabu, 30 Juli 2008

Software Gratis Moodle, Portal E-Learning

Kamis, 31 Juli 2008 00:51 WIB
Amir Sodikin
Seorang guru sebuah sekolah menengah di Jakarta mengeluhkan adanya biaya pembuatan portal website untuk kepentingan sekolahnya. Nilai proyek pembuatan website dan biaya sewa server untuk hosting (tempat meletakkan file di website) itu mencapai jutaan rupiah per bulan. Biaya itu sebenarnya bisa dipangkas jika mereka mengetahui banyak software gratis yang siap digunakan.
Di dunia internet, banyak manusia super baik hati yang mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan sosial. Mereka bekerja siang malam selama bertahun-tahun untuk menghasilkan perangkat lunak gratis. Dalam konteks ini, manusia-manusia seperti itu jauh lebih baik hatinya dibanding institusi pemerintahan kita.
Salah satunya adalah Martin Dougiamas, pendiri software e-learning (electronic learning, pembelajaran elektronik berbasis website) bernama Moodle yang beberapa hari lalu memenangi penghargaan The Best Education Enabler pada ajang ”2008 Google-O’Reilly Open Source Awards”. Dougiamas membuat Moodle hanya untuk hobi, walaupun di akhir kisah, dia juga menjadikan hobi itu sebagai tesis untuk mendapatkan gelar PhD dari Curtin University of Technology di Perth, Australia.
Dedikasi, inovasi, dan kontribusi untuk open source dari software Moodle memang fenomenal. Moodle hingga kini masih memimpin sebagai software gratis untuk membangun website komunitas yang mendukung proses pembelajaran berbasis website.
Moodle mencitpakan genre baru di bidang kategori software, yaitu Course Management System (CMS). CMS biasanya singkatan dari Content Management System, software sejenis tetapi lebih fokus pada isi berita.
Prinsip pedagogi dipegang teguh Moodle karena membantu pendidik menciptakan komunitas pendidikan online. Software ini bisa digunakan guru atau institusi pendidikan. Juga potensial digunakan perseorangan untuk membangun kursus online.
Hingga Januari 2008, jumlah website yang menggunakan Moodle tercatat 38.896 website (yang resmi terdaftar) dan digunakan 16.927.590 pengguna dengan jumlah materi 1.713.438 buah.
Instalasi Moodle
Huruf ”M” pada Moodle berarti Martin, nama pendirinya. Namun, Moodle secara resmi merupakan singkatan dari Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment, tempat belajar dinamis menggunakan model berorientasi obyek.
Program ini bisa diunduh dari www.moodle.org. Dibutuhkan ruangan hosting (untuk menempatkan file di website) minimal 59,34 MB. Server harus mendukung Apache, PHP, dan database MySQL atau PostgreSQL.
Instalasi termasuk mudah dan bisa dilakukan seorang pemula. Untuk hosting yang memiliki Fantastico, proses instalasi makin mudah karena bisa dilakukan instan lewat Fantastico.
Dengan Moodle, guru memiliki kontrol penuh terhadap aktivitas belajar, mulai membuat materi, penugasan, menentukan siapa yang berhak mengikuti, survei, jurnal, kuis, chatting, workshop, forum diskusi, mengirim e-mail kepada murid, dan masih banyak lagi.
Dari sisi tampilan, Moodle tampak biasa saja, tetapi sistem yang tertanam di dalamnya terbilang canggih. Bukan hal mengherankan jika Moodle memang yang terbaik di kelasnya.
Moodle Indonesia
Masih sedikit lembaga pendidikan Indonesia yang memanfaatkan Moodle. Kemungkinan terjadi karena banyak pembuatan website di dunia pendidikan lebih berbasis proyek dan dikerjakan oleh developer berbayar mahal.
Daftar website yang menggunakan Moodle bisa dilihat di http://moodle.org/sites/index.php?country=ID. Tercatat ada 285 website, mulai dari website milik perusahaan, universitas, sekolah, lembaga pendidikan nonformal, hingga situs pribadi.
Perusahaan yang memanfaatkan Moodle, misalnya, Garuda Indonesia e-Learning dengan alamat http://training.garuda-indonesia.com/mynts. Lion Air dengan alamat http://ltc.lionair.co.id. Cek juga e-learning milik PT WIKA di http://e-learning.wikarealty.co.id.
Untuk kategori universitas ada FMIPA Universitas Gadjah Mada, http://kuantum.mipa.ugm.ac.id. Beberapa lembaga di bawah Institut Teknologi Bandung (ITB) juga menggunakan Moodle, misalnya http://kuliah.itb.ac.id.
Dalam diskusi di www.moodle.org, beberapa di antaranya datang dari Indonesia, mengungkap kendala penggunaan e-learning. Apa yang diungkapkan Yudi Wibisono pada tahun 2005 tampaknya masih aktual hingga sekarang.
”Saya merasa hal yang paling sulit adalah meyakinkan jurusan atau fakultas dan dosen lain mengenai masa depan e-learning ini. Harus sabar dan terus-menerus beriklan. Beberapa dosen juga mengalami kesulitan dan takut menggunakan Moodle. Pemberian dokumen petunjuk penggunaan bagi dosen mungkin bisa membantu,” katanya.
Pengguna lain, Yuyun Somantri lewat forum Moodle, menyampaikan keputusasaannya, ”Sulit sekali meyakinkan atasan dan teman-teman. Dari 76 orang guru, dua guru TIK dan saya guru Matematika, jelas kalah suara. Sebanyak 73 guru plus satu Kepala Sekolah bilang, ’Untuk apa (e-learning)? Tidak akan efektif, yang ujungnya ke masalah biaya hosting, kelihatannya tidak mendatangkan keuntungan malah menambah beban,” katanya.
Banyak institusi pendidikan yang tak memanfaatkan e-learning untuk memperkaya pengalaman belajar. Beberapa institusi sudah menggunakannya, tetapi lebih ke gengsi sekolah daripada mengejar efektivitas.
Padahal, dalam pandangan Martin Dougiamas, pendiri software Moodle, Moodle akan merevitalisasi cara belajar top-down (dari atas ke bawah) menjadi proses pembelajaran yang partisipatif. Beberapa resum singkat tulisan dia bisa dilihat di situs pribadinya, www.dougiamas.com.
Moodle memaksa sekolah untuk menerapkan sistem pendidikan yang menghargai pemikiran murid. Murid tidak lagi dianggap sebagai ”gelas kosong”, karena itu para murid boleh mengomentari materi atau modul, bahkan bisa mengirim tulisan sebagai bahan pembelajaran. Proses belajar bisa datang dari siapa pun terutama dari anggota komunitas, termasuk dari seorang murid. Siapkah? (sumber : Kompas)